KOLAKA | Ratusan warga yang tergabung dalam Masyarakat Adat Mekongga dan Organisasi Adat Tolaki (Tamalaki) Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, melakukan blokade jalur produksi di area site PT Vale, yang berlokasi di Desa Huko-huko, Kecamatan Pomala, Senin (8/9).
Aksi boikot yang dilakukan warga adat ini dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap PT Vale yang dianggap sering mengingkari janji terkait pemberdayaan masyarakat pribumi, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja dan pemberdayaan pengusaha lokal.
Ketua Dewan Adat Mekongga Kabupaten Kolaka, H. Muhamad Jayadin, menyatakan bahwa masyarakat adat sudah jenuh dengan janji-janji kosong PT Vale yang selama ini hanya memberi harapan palsu.
“Masyarakat pribumi sudah capek dijanji-janji oleh PT Vale. Lapangan kerja yang diiming-imingkan kepada masyarakat lokal , namun faktanya lebih banyak diberikan peluang kepada warga dari luar Kolaka,” ungkapnya.
Haji Jayadin menambahkan, ada dua poin utama yang menjadi tuntutan dalam aksi tersebut, yakni pemberdayaan tenaga kerja lokal dan pemberdayaan pengusaha lokal. Kedua poin ini bahkan sudah diatur dalam Peraturan Bupati Kolaka, namun implementasinya hingga kini belum berjalan sesuai harapan.
Lebih lanjut, mantan Wakil Bupati Kolaka ini mengungkapkan bahwa selama hampir 50 tahun keberadaan tambang PT Vale, masyarakat lokal hanya dijadikan sebagai penjaga kebun atau lahan pertambangan.
“Sampai hari ini, dari seluruh tenaga kerja PT Vale di Kolaka, hanya tiga orang yang merupakan anak pribumi. Sisanya dari luar daerah,” tambahnya.
Dalam aksi yang berlangsung, Ketua Dewan Adat Mekongga menegaskan bahwa masyarakat akan terus melakukan blokade jalur produksi PT Vale hingga Presiden Direktur PT Vale Indonesia bersedia menemui mereka secara langsung. “Jika PT Vale benar-benar menganggap investasi di Kolaka penting, kami menunggu Presiden Direktur untuk hadir dan berdialog langsung di lokasi unjuk rasa ini,” tegas Haji Jayadin.
Aksi ini menjadi bukti ketegangan yang terus meningkat antara masyarakat adat dan perusahaan tambang yang sudah puluhan tahun beroperasi di wilayah tersebut. Masyarakat berharap agar tuntutan mereka segera dipenuhi demi keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat pribumi Kolaka. [ms/cr]