LMR-RI Desak Kejati Sultra , Ungkap Siapa yang Bermain Dibalik Istilah “Koordinasi” Tambang

H .Haning Abdullah ( Ketua Komwil LMR-RI Sulawesi Tenggara ). FOTO: cr

CHANELRAKYAT | Pasca Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara menetapkan Kepala Syahbandar Kolaka bersama dua tersangka lainnya pada kasus tindak pidana korupsi di sektor pertambangan di Kabupaten Kolaka Utara (Sultra) baru-baru ini.

Ketua Komwil Sulawesi Tenggara LMR-RI, Haning Abdullah, desak Kejaksaan  Tinggi Sultra untuk segera mengungkap siapa saja yang terlibat bermain dibalik istilah Koordinasi tambang ore nikel.

Meski demikian, Haning Abdulah juga mengapresiasi langkah tegas Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara yang telah menunjukan komitmen serius soal penegakan hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi di sektor pertambangan.

Penetapan tersangka terhadap Kepala Syahbandar Kolaka bersama Direktur Utama PT. Amin dan kroninya atas dugaan korupsi dengan menggunakan dokumen terbang (dokter) dalam aktivitas pertambangan, merupakan bukti nyata kesungguhan Kejati Sultra membongkar praktik-praktik ilegal yang selama ini kerap dianggap sebagai rahasia umum.

“Ini bukti bahwa Kejati Sultra serius dan tidak tebang pilih. Korupsi di sektor pertambangan sudah terlalu lama dibiarkan menjadi lahan subur oknum tertentu,” ungkap Haning Abdullah, Sabtu (26/4/2025).

Sebagai Lembaga Reclasering dan Badan Peserta Hukum untuk negara dan masyarakat, Haning menyatakan, LMR-RI mendukung penuh setiap langkah hukum yang diambil Kejati Sultra.

Menurutnya, sektor pertambangan khususnya ore nikel, merupakan daya tarik besar bagi investor, namun belum memberikan dampak signifikan bagi masyarakat lokal karena pengelolaannya yang masih semrawut.

Haning juga menyoroti masih maraknya pertambangan ilegal yang beroperasi tanpa izin resmi (IUP) atau tanpa dokumen lingkungan (AMDAL) yang sah. Bahkan, tidak sedikit hasil tambang ilegal tersebut tetap berhasil dijual ke pasar dengan memanfaatkan dokumen palsu atau dokumen terbang, yang berarti terjadi pemalsuan dokumen negara.

“Akhir -akir ini Kasus tambang tengah memanas , dan ini persoalan yang serius. RKAB yang digunakan tidak sesuai fakta lapangan, namun bisa lolos karena adanya ‘koordinasi’. Olehnya itu kita desak Kejati Sultra untuk segera mengungkap siapa saja yang bermain di balik istilah koordinasi tambang itu,” kata Haning.

Lebih lanjut, Haning mengungkapkan bahwa jutaan metrik ton bijih nikel tersebar di berbagai wilayah di Sultra, termasuk di area bekas tambang dengan IUP mati atau tidak memiliki RKAB aktif. Hal ini, katanya, tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga berisiko menjerat investor yang tidak tahu bahwa mereka masuk dalam kegiatan ilegal.

Haning berharap Kementerian ESDM bisa menjalin sinergi dengan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan pihak terkait lainnya untuk menertibkan kondisi ini. Ia juga menyarankan agar bijih nikel yang sudah ada di permukaan bisa disalurkan secara legal demi pemasukan negara, tanpa menambah aktivitas penambangan baru.

“Kalau dibiarkan, dampak negatifnya ke lingkungan sangat besar, terutama untuk masyarakat sekitar yang bergantung pada air bersih,” ungkapnya .

Haning mengakui, jika pihaknya saat ini tengah melakukan investigasi mendalam untuk mengumpulkan data dan fakta di lapangan. Dan hasilnya akan dilaporkan ke Kementerian ESDM sebagai bahan pertimbangan untuk kebijakan hukum yang lebih tegas dan berpihak pada masyarakat serta kelestarian lingkungan. [kyl/cr]

 

Related posts

content ini dideteksi chanelrakyat